Senin, 30 Agustus 2010

Untuk Ibu yang Selalu ku Cinta

Sekitar puluhan tahun yang lalu, sosok wanita itu terbaring penuh tenaga, peluh, dan darah yang keluar.

Bersimbah penuh doa, mengalir penuh makna.

Hari-hari terlewati dengan penuh kesabaran dan senyuman, tak gentar meski kekesalan kerap merangkul.

Tak menyerah meski cucuran keringat membasahi anggun tubuhnya.

Di tetaplah dia, yang rela menaruhkan nyawa demi semua yang ku cita-citakan.

Ibu...

Engkaulah wanita itu, kau hadir laksana mentari pagi yang hangatkan jiwa serta ragaku.

Kau datang laksana bintang yang terangkan seluruh kegelapan dalam hidupku.

Semua yang terbaik telah kau sampaikan pada diriku, segala yang kau milki tlah kau haturkan untuk diriku.

Ibu... kini aku telah beranjak dewasa, dan telah mengerti tentang apa yang harus kulakukan padamu, tanpamu... aku takkan hidup ibu, aku takkan sebesar ini.

Ibu...

Jasamu melebihi apa yang telah aku lakukan padamu, seisi bumipun bila ku berikan untuk dirimu, takkan mampu membalas bidi luhurmu.

Ibu...

Tetesan air mata ini, air mata penyesalan ibu, aku menyesal tak dapat melakukan apa yang kau harapakan, walau memang kau tak pernah mengharapkan apapun dari diriku.

Ibu...

Kini ragamu semakin lemah, semakin tua, namun kecantikan itu selalu nyata, selalu ada.

Ibu...

Bila Tuhan ijinkan diriku untuk berbakti pada dirimu, ridhoilah langkahku ibu.

Ibu...

Bila waktu kan membawaku untuk melakukan yang terbaik pada dirimu, raihlah kedua tanganku ini ibu.

Ibu...

Jasa dan kebaikanmu sampai kapanpun takkan pernah terganti, sampai kapanpun takkan pernah kulupa.

Karena apa yang telah kau haturkan untuk diriku takkan ada yang mampu menyerupai, takkan ada yang mampu menyamai.

Terima kasih ibu, terima kasih